Saturday, March 26, 2011

Bandung Sebagai Kota Wisata

Bandung dilingkung gunung, boleh jadi inilah istilah yang sangat tepat bila mengomentari keadaan geografi kota Bandung. Letak kota berjuluk Paris Van Java ini memang disebuah ceruk yang dikelilingi oleh sejumlah gunung, dengan beberapa puncaknya yang cukup terkenal seperti Tangkuban Perahu dan Burangrang di utara, sedangkan di selatan terdapat Patuha dan Malabar.Tak heran bila memasuki wilayah kota Bandung dari arah manapun orang harus melintasi celah-celah bukit. Ini sangat terasa sekali bila kita memasuki kota Bandung menggunakan pesawat terbang, sang pilot harus memilih celah pegunungan yang tepat untuk bisa mendarat di bandara kecil sebelah barat kota. Bandung adalah jangtungnya wilayah barat Pulau Jawa. Berada di 107º32’38.91” Bujur Timur (BT) dan 6º55’19.94” Lintang Selatan (LS), serta dengan ketinggian rata-rata 791 m diatas permukaan laut (dpl), dengan titik tertinggi di utara 1050 m dpl dan terendah di selatan 675 m dpl, menjadikan kota ini berhawa sejuk. Bahkan di kawasan utara yang bergunung-gunung hawanya masih cukup dingin. Suhu rat-rata kota Bandung 23,6ºC.

Ketika Belanda menduduki Nusantara, kota Bandung dikembangkan oleh pemerintah Belanda sebagai kota taman. Hal ini terkait dengan rencana mereka untuk mengalihkan ibu kota Hindian Belanda dari Batavia ke Bandung. Untuk itulah sejumlah kawasan, khususnya kawasan utara, dibuat taman-taman kota yang dilengkapi dengan tanaman tropis. Sejumlah taman yang dapat dikenali hingga kini adalah Taman Maluku, Taman Ganesha, Taman Pramuka, dan Taman Cilaki. Demikian pula dengan jalam-jalan di wilayah ini ditanami berbagai tumbuhan rindang, kini sejumlah tanaman kota masih terpelihara, bahkan ada beberapa yang kemudian disempurnakan oleh generasi penerusnya. Sementara itu banyak sekali tempat wisata di Bandung diantaranya Gedung Sate Bandung, Lapangan Gasibu, Monumen Perjuangan Rakyat, Kebun Binatang, Museum Mandala Wangsit Siliwangi, Museum Konferensi Asia Afrika, Museum Sri Baduga, dan lain sebagainya.
Keberadaan tempat-tempat wisata tersebut merupakan sebuah. realitas yang tidak dapat dipisahkan dari peran orang-orang barat khusunya Belanda dalam menciptakan sebuah kreasi di dunia timur. Kreasi tersebut dibuat dengan berbagai cara. Pertama yaitu dengan pembuatan jalan raya, jalur kereta api, jalur perhubungan laut. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, pada tahun 1808-1811, yang mengimajinasikan terjalinnya rangkaian kota-kota di pesisir utara Jawa ke dalam satu jaringan jalan utama. Pembangunan jalan yang di kemudian hari dikenal dengan nama Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) itu dimaksudkan untuk menahan laju invasi Inggris dari arah laut utara.
Cara yang kedua yaitu sebuah imajinasi tentang jalan besi (rel kereta api). Pada tahun 1842, Kopiist, sebuah majalah yang terbit di Hindia Belanda telah mengkampanyekan pentingnya membangun jalur-jalur kereta di Pulau Jawa. Dalam terbitannya itu, majalah Kopiist menyajikan sebuah artikel tentang “jalur-jalur kereta uap dan gerbong-gerbongnya” Secara meyakinkan Kopiist mengajukan fakta, bahwa: Asia, sampai sekarang, tidak mempunyai jalan kereta api satu pun.
Cara yang ketiga yaitu sarana perhubungan laut. Perhubungan ini sangat penting untuk pertahanan terhadap serangan/invasi lawan dan keperluan-keperluan ekonomi, seperti pengangkutan hasil-hasil perkebunan, peternakan, serta kepentingan pariwisata. Perusahaan pelayaran kerajaan Belanda, KPM (Koninklijke Paketvaart Maatchappij), yang didirikan pada tahun 1888 berkembang begitu pesat dan mampu melayani kebutuhan pelayaran antarpulau di Hindia Belanda secara teratur (Lombard, 2000: 51).

Industri pariwisata
Awal mula industri pariwisata di Hindia Belanda (termasuk Bandung) ditandai dengan terbentuknya asosiasi yang mengatur lalu-lintas pariwisata bernama Vereeniging Toeristenverkeer in Nederlandsch Indie. Asosiasi ini dibentuk pada tahun 1908 oleh perwakilan berbagai bank, perusahaan asuransi, jawatan perkeratapian, serta maskapai pelayaran. Melalui asosiasi yang disubsidi oleh pemerintah ini, lahirlah kantor Official Tourist Bureau yang bertugas membangun kerjasama dengan biro-biro perjalanan terbesar zaman itu, serta membuka kantor perwakilan di seluruh Jawa dan luar negeri. Pelembagaan industri wisata yang ditandai dengan berdirinya Official Tourist Bureau tentu hanya satu dari sekian banyak hal lain yang turut mendukung pembangunan dan perkembangan dunia wisata masa itu. Pembangunan infrastruktur pariwisata lainnya, yang meliputi sarana transportasi baik di darat maupun laut, pembangunan gedung-gedung perhotelan, pengelolaan obyek-obyek wisata, hingga upaya mempromosikan obyek wisata menjadi bagian penting dalam laju perkembangan industri pariwisata pada masa ini. Sebagai sebuah embrio, berbagai infrastruktur primer ini telah memberikan pijakan yang cukup kuat bagi keberlangsungan industri pariwisata kemudian, bahkan hingga saat ini.
Dalam buku Semerbak Bunga di Bandung Raya yang ditulis oleh Haryoto Kunto, dikemukakan bahwa adanya “Bandoeng Voorruit” (Bandung Maju) suatu perkumpulan swasta yang menjadi partner Gemeente Bandung (Kotapraja Bandung) tahun 1920, telah berhasil membangun, menata dan membenahi kota Bandung, sehingga memperoleh julukan Parijs van Java. Lebih spesifik, Bandoeng Voorruit memilih bidang pembangunan: (1) Menggali dan mengembangkan obyek wisata di Wilayah Bandung dan sekitarnya. (2) Menata dan merias secara artistik wajah penampilan Bandung sebagai tujuan wisata di Nusantara. (3) Menarik sebanyak-banyaknya turis untuk mampir ke Parijs van Java, selain mempromosikan Bandung (4) sebagai kota ideal bagi para pensiunan orang Eropa yang ingin tetap tinggal bermukim di Nusantara.

Konstruksi pencitraan Hindia yang molek
Pentingnya memeriksa kembali konstruksi pencitraan Hindia Belanda sebagai negeri yang indah, tenang, dan damai merupakan cara paling efektif untuk mengetahui bagaimana cara masyarakat Barat (non-pemerintah) dan pemerintah membangun akar-akar turisme di Hindia Belanda. Melalui berbagai macam buku, kartu pos, maupun pameran kolonial, Hindia Belanda mulai dikenal oleh masyarakat dunia. Perkembangan media komunikasi surat-menyurat juga ikut mengukuhkan citra Mooi Indie itu. Lewat kartu pos yakni selembar kartu bergambar yang berisi ruang untuk menuliskan pesan pendek, alamat, serta prangko beragam citra kemolekan Hindia Belanda disebarkan kepada sanak saudara maupun kenalan di seluruh dunia. Dalam catatan sejarah, kartu pos mulai dikenal di Belanda kira-kira tahun 1871. Di negeri jajahannya, Hindia Belanda, kartu pos baru dikenal beberapa tahun kemudian. Promosi penggunaan kartu pos secara massal dapat dilihat dalam Java Bode.
Dalam buku Indonesia 500 Early Postcards, Haks dan Wachlin menampilkan beragam gambaran tentang Hindia Belanda. Buku ini secara khusus memilah 500 kartu pos ke dalam pembagian tema berdasarkan geo-budaya, antara lain kartu pos-kartu pos yang menggambarkan alam, manusia, dan kebudayaan di wilayah Sumatra, Batavia (Jakarta), Jawa, Bali dan Sumbawa, Borneo (Kalimantan), Celebes (Sulawesi), serta New Guinea (Papua) dan Maluku. Kesan tentang perempuan Hindia Belanda yang sensual nampak dalam gambar perempuan Jawa yang berdada montok, rambut disanggul, dan memakai kemben. Begitu pula sensualitas perempuan Bali yang pernah dijuluki sebagai “Pulau Dada Telanjang” nampak begitu nyata melalui empat orang perempuan Bali dengan kain yang melilit sebatas perut, bertelanjang dada, dan sedang menyunggi tampah.
Memang harus segera disebutkan, bahwa citra eksotis Hindia Belanda tidak hanya dikonstruksi melalui media cetak, melainkan juga melalui berbagai macam Pameran Kolonial, salah satunya Pameran Kolonial Internasional di Paris, Prancis pada tahun 1931. Di dalam Pameran Kolonial Internasional itu, para penguasa negeri jajahan seperti Inggris, Prancis, Belanda, dan lain-lain berlomba-lomba menunjukkan keunikan negeri-negeri jajahannya, misalnya dengan cara menampilkan replika atau tiruan pondok beratap rumput dari Oceania atau tiruan candi dari Kamboja.
Secara mendalam, citra Mooi Indie sebetulnya merupakan kecenderungan umum masyarakat Eropa dalam memandang dunia yang lain (dunia Timur). Onghokham (1994). Secara jelas mengatakan bahwa Mooi Indie merupakan bagian dari orientalisme, yaitu corak pandangan dan kreasi intelektual barat dalam “menciptakan” dunia Timur. Menurut Onghokham, kreasi Mooi Indie bertolak belakang dengan realitas desa-desa di Jawa yang tidak tenang dan damai, melainkan rusuh dan penuh gejolak. Gerakan Samin dan Perang Jawa, misalnya, merupakan sebagian bukti dari ketidakteraturan tatanan kolonial. Dengan penggambaran Hindia yang molek, pemerintah Belanda hendak membekukan tatanan yang demikian: bangsa terperintah hidup dalam suasana tenang dan damai.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.

Ads 468x60px

Featured Posts

Social Icons