Sekilas tentang Gua Pawon
Gua Pawon merupakan gua peningggalan zaman prasejarah di Pegunungan Masigit, kurang lebih 25 km dari kota Bandung atau 8 km dari Tol Padalarang ke arah Cianjur. Gua Pawon terbentuk oleh proses geologi dalam waktu puluhan sampai ratusan ribu tahun yang lalu. Letak gua ini menghadap ke lembah yang subur sehingga merupakan tempat yang ideal sebagai tempat tinggal manusia prasejarah. Pada tahun 2000 di situs Gua Pawon telah ditemukan peninggalan prasejarah setelah melalui penelitian geofisika dengan metode geomagnetik. Penggalian lanjutan di tahun 2001 kembali berhasil menemukan kerangka dan tengkorak manusia prasejarah.Manusia Pawon diperkirakan kelompok manusia prasejarah dengan jumlah yang tidak terlalu besar. Mereka merupakan kelompok manusia pengembara yang menelusuri pantai Danau Bandung Purba sambil berburu binatang untuk makanannya. Hasil buruannya antara lain hewan seperti kerbau, babi hutan, rusa, dan monyet.
Manusia Pawon kemungkinan hidup pada masa antara 10–6 ribu tahun yang lalu, yaitu Kala Plestosen akhir –Holosen awal.. Hal ini didasarkan pada artefak-artefak yang terkumpul dari beberapa tempat yang dulunya merupakan Danau Bandung Purba. Beberapa fosil manusia prasejarah yang mungkin hidup sezaman dengan manusia Pawon antara lain manusia Wajak di Indonesia, Hoabinian di Vietnam, dan Minatogawa di Jepang. Menurut para arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung, sebagai bukti bahwa Gua Pawon pernah dihuni oleh manusia purba secara terus-menerus, gua ini terdiri dari beberapa ruangan yang kemudian diberi nama-nama khusus seperti ruang utama, ruang makan, ruang dapur, ruang anak, dan lain-lain. Apalagi, di tempat ini kemudian ditemukan peralatan batu berbentuk sederhana sampai pecahan-pecahan gerabah dengan pola hias dalam jumlah yang sangat berlimpah dan bervariasi. Jika kita mengunjungi gua itu sekarang, barang-barang tersebut tidak lagi berada di tempatnya semula, melainkan berada di Balar Bandung. Meski demikian, ruang-ruang yang dimaksudkan masih dapat kita lihat.
Kegiatan ekskavasi
Pada tanggal 2 April-8 April 2009 jurusan Ilmu Sejarah Fakultas sastra Unpad bekerjasama dengan Balai Arkeologi Bandung (Balar Bandung) melakukan ekskavasi di Gua Pawon. Bagi mahasiswa yang sedang mengambil matakuliah pengantar arkeologi diberi kesempatan untuk melakukan ekskavasi di Gua ini. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang benda-benda arkeologi, dengan cara praktek secara langsung di lapangan. Pada hari pertama yaitu tanggal 2 April semua mahasiswa, dosen, dan arkeolog dari Balar mengunjungi Gua pawon untuk mensurvei kondisi lapangan secara ril di Gua Pawon. Hari berikutnya baru beberapa kelompok yang sudah ditentukan untuk secara bergantian melakukan ekskavasi.
Kebetulan saya mendapatkan giliran untuk melakukan ekskavasi pada hari selasa tanggal 7 April 2009. Sekitar jam 07.30 pagi, bersama 14 orang (mahasiswa, dosen, arkeolog) berangkat ke Gua Pawon menggunakan mobil. Adapun jalur yang ditempuh oleh tim kami untuk sampai kesana yaitu dari Jatinangor menuju pintu tol Cileunyi, setelah itu masuk kejalur tol Cipularang menuju pintu keluar gerbang Padalarang. Lalu melalui jalan Cipatat dan setelah melewati Situ Ciburuy, kita akan mulai melewati jalan-jalan di sekitar Pegunungan Masigit yang berdebu dan penuh asap, karena banyak pabrik kapur. Tak lebih dari tiga kilometer dari Situ Ciburuy, kita dapat melihat papan petunjuk arah ke Gua Pawon. Sementara kalau dari arah Cianjur, setelah melewati Kecamatan Cipatat dan tempat pelesiran di Cibogo, dalam dua kilometer berikutnya kita dapat melihat papan petunjuk di sebelah kiri. Melalui jalan aspal seadanya yang menurun dan kemudian naik, kita dapat menjangkau gua ini dari jalan raya. Tidak semua jalan menuju ke Gua Pawon beraspal. Sebagian jalan itu bahkan becek dan sangat licin saat hujan
Setelah sampai disana, kami langsung melakukan ekskavasi yang berikutnya. Karena hari sebelumnya sudah dilakukan ekskavasi oleh kelompok lain. Ekskavasi dimulai sekitar pukul 09.00-16.00 wib. Sebelum melakukan ekskavasi kami diberi pengarahan oleh Bapak luky dari Balai Arkeologi Bandung. Bagaimana cara melakukan ekskavasi dan menggunakan peralatan yang sudah dipersiapkan dan lain sebagainya. Setelah itu langsung mempraktekkannya. Kami harus melakukan ekskavasi per spit. Dimana setiap spitnya dengan menggali kedalaman 5 centimeter rata didalam kotak yang kita gali. Ukuran itu tergantung dari kedalaman spit yang dilakukan pertama kali. Pada spit ke-1 kami harus mengukur kedalaman tanah. Saat itu kedalaman galian tanah 30 cm sehingga kami harus menambah 5 cm lagi yaitu 35 cm merata di seluruh kotak galian. Tanah yang sudah digali lalu dimasukkan ke ember dan disaring untuk mencari benda-benda arkeolog yang dapat menjelaskan kehidupan pada masa lalu. Setelah menemukan benda-benda yang dicari, lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang sudah diberi keterangan setiap spitnya. Ternyata kami mendapatkan batu, tulang, molusca. Pada spit ini saya praktik secara langsung memegang cetok untuk melakukan ekskavasi. Ternyata diperlukan kehati-hatian dalam melakukan penggalian. Karena kalau tidak hati-hati dapat merusak data yang ada dalam tanah tersebut. Dan kalau sudah rusak tidak dapat diperbaiki/dikembalikan seperti semula.
Spit yang ke-2 menggali 5 cm lagi, berarti dengan ukuran tanah 40 cm. Di spit ini benda yang ditemukan hampir sama, yaitu batu tulang, batu, molusca. Kami melakukan ekskavasi dengan bergantian, kadang pegang cetok, mengayak, atau mengangkat ember. Karena hujan tiba kami istirahat sebentar sambil makan yang sudah disiapkan sebelumnya. Sekitar satu jam kemudian hujan mulai reda dan kami melanjutkan spit yang ke-3. Pada spit ini kami menggali tanah dengan kedalaman 45 cm. kami menemukan batu, tulang, gigi, taring. Spit ini mulai terlihat adanya tulang yang cukup banyak dan ada bagian tulang yang membuat tim kami tidak sabar untuk melakukan ekskavasi sekali lagi, meskipun hari sudah sore dan waktunya untuk kembali ke Jatinangor. Dengan keputusan bersama, akhirnya kami melakukan satu spit lagi. Dan ternyata masih belum juga terkuak/belum jelas tulang apa yang sedang kita gali bersama. Ternyata di spit keempat ini masih sama seperti spit yang sebelumnya yaitu tulang, batu, gigi yang ditemukan. Dengan agak menyesal akhirnya kami kembali ke Jatinangor, dengan menyelesaikan 4 spit. Pengalaman tersebut sangat berkesan pada diri saya, karena baru pertama kali saya melakukan ekskavasi seperti ini.
Manusia Pawon kemungkinan hidup pada masa antara 10–6 ribu tahun yang lalu, yaitu Kala Plestosen akhir –Holosen awal.. Hal ini didasarkan pada artefak-artefak yang terkumpul dari beberapa tempat yang dulunya merupakan Danau Bandung Purba. Beberapa fosil manusia prasejarah yang mungkin hidup sezaman dengan manusia Pawon antara lain manusia Wajak di Indonesia, Hoabinian di Vietnam, dan Minatogawa di Jepang. Menurut para arkeolog dari Balai Arkeologi (Balar) Bandung, sebagai bukti bahwa Gua Pawon pernah dihuni oleh manusia purba secara terus-menerus, gua ini terdiri dari beberapa ruangan yang kemudian diberi nama-nama khusus seperti ruang utama, ruang makan, ruang dapur, ruang anak, dan lain-lain. Apalagi, di tempat ini kemudian ditemukan peralatan batu berbentuk sederhana sampai pecahan-pecahan gerabah dengan pola hias dalam jumlah yang sangat berlimpah dan bervariasi. Jika kita mengunjungi gua itu sekarang, barang-barang tersebut tidak lagi berada di tempatnya semula, melainkan berada di Balar Bandung. Meski demikian, ruang-ruang yang dimaksudkan masih dapat kita lihat.
Kegiatan ekskavasi
Pada tanggal 2 April-8 April 2009 jurusan Ilmu Sejarah Fakultas sastra Unpad bekerjasama dengan Balai Arkeologi Bandung (Balar Bandung) melakukan ekskavasi di Gua Pawon. Bagi mahasiswa yang sedang mengambil matakuliah pengantar arkeologi diberi kesempatan untuk melakukan ekskavasi di Gua ini. Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang benda-benda arkeologi, dengan cara praktek secara langsung di lapangan. Pada hari pertama yaitu tanggal 2 April semua mahasiswa, dosen, dan arkeolog dari Balar mengunjungi Gua pawon untuk mensurvei kondisi lapangan secara ril di Gua Pawon. Hari berikutnya baru beberapa kelompok yang sudah ditentukan untuk secara bergantian melakukan ekskavasi.
Kebetulan saya mendapatkan giliran untuk melakukan ekskavasi pada hari selasa tanggal 7 April 2009. Sekitar jam 07.30 pagi, bersama 14 orang (mahasiswa, dosen, arkeolog) berangkat ke Gua Pawon menggunakan mobil. Adapun jalur yang ditempuh oleh tim kami untuk sampai kesana yaitu dari Jatinangor menuju pintu tol Cileunyi, setelah itu masuk kejalur tol Cipularang menuju pintu keluar gerbang Padalarang. Lalu melalui jalan Cipatat dan setelah melewati Situ Ciburuy, kita akan mulai melewati jalan-jalan di sekitar Pegunungan Masigit yang berdebu dan penuh asap, karena banyak pabrik kapur. Tak lebih dari tiga kilometer dari Situ Ciburuy, kita dapat melihat papan petunjuk arah ke Gua Pawon. Sementara kalau dari arah Cianjur, setelah melewati Kecamatan Cipatat dan tempat pelesiran di Cibogo, dalam dua kilometer berikutnya kita dapat melihat papan petunjuk di sebelah kiri. Melalui jalan aspal seadanya yang menurun dan kemudian naik, kita dapat menjangkau gua ini dari jalan raya. Tidak semua jalan menuju ke Gua Pawon beraspal. Sebagian jalan itu bahkan becek dan sangat licin saat hujan
Setelah sampai disana, kami langsung melakukan ekskavasi yang berikutnya. Karena hari sebelumnya sudah dilakukan ekskavasi oleh kelompok lain. Ekskavasi dimulai sekitar pukul 09.00-16.00 wib. Sebelum melakukan ekskavasi kami diberi pengarahan oleh Bapak luky dari Balai Arkeologi Bandung. Bagaimana cara melakukan ekskavasi dan menggunakan peralatan yang sudah dipersiapkan dan lain sebagainya. Setelah itu langsung mempraktekkannya. Kami harus melakukan ekskavasi per spit. Dimana setiap spitnya dengan menggali kedalaman 5 centimeter rata didalam kotak yang kita gali. Ukuran itu tergantung dari kedalaman spit yang dilakukan pertama kali. Pada spit ke-1 kami harus mengukur kedalaman tanah. Saat itu kedalaman galian tanah 30 cm sehingga kami harus menambah 5 cm lagi yaitu 35 cm merata di seluruh kotak galian. Tanah yang sudah digali lalu dimasukkan ke ember dan disaring untuk mencari benda-benda arkeolog yang dapat menjelaskan kehidupan pada masa lalu. Setelah menemukan benda-benda yang dicari, lalu dimasukkan kedalam kantong plastik yang sudah diberi keterangan setiap spitnya. Ternyata kami mendapatkan batu, tulang, molusca. Pada spit ini saya praktik secara langsung memegang cetok untuk melakukan ekskavasi. Ternyata diperlukan kehati-hatian dalam melakukan penggalian. Karena kalau tidak hati-hati dapat merusak data yang ada dalam tanah tersebut. Dan kalau sudah rusak tidak dapat diperbaiki/dikembalikan seperti semula.
Spit yang ke-2 menggali 5 cm lagi, berarti dengan ukuran tanah 40 cm. Di spit ini benda yang ditemukan hampir sama, yaitu batu tulang, batu, molusca. Kami melakukan ekskavasi dengan bergantian, kadang pegang cetok, mengayak, atau mengangkat ember. Karena hujan tiba kami istirahat sebentar sambil makan yang sudah disiapkan sebelumnya. Sekitar satu jam kemudian hujan mulai reda dan kami melanjutkan spit yang ke-3. Pada spit ini kami menggali tanah dengan kedalaman 45 cm. kami menemukan batu, tulang, gigi, taring. Spit ini mulai terlihat adanya tulang yang cukup banyak dan ada bagian tulang yang membuat tim kami tidak sabar untuk melakukan ekskavasi sekali lagi, meskipun hari sudah sore dan waktunya untuk kembali ke Jatinangor. Dengan keputusan bersama, akhirnya kami melakukan satu spit lagi. Dan ternyata masih belum juga terkuak/belum jelas tulang apa yang sedang kita gali bersama. Ternyata di spit keempat ini masih sama seperti spit yang sebelumnya yaitu tulang, batu, gigi yang ditemukan. Dengan agak menyesal akhirnya kami kembali ke Jatinangor, dengan menyelesaikan 4 spit. Pengalaman tersebut sangat berkesan pada diri saya, karena baru pertama kali saya melakukan ekskavasi seperti ini.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.